BOLEHKAH MAKAN DAGING AQIQAH ANAK ?

 Setiap orangtua pasti menginginkan setiap anaknya dapat diakikahi saat terlahir di dunia. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi yang diriwayatkan dari sayidah ‘Aisyah. Nabi saw bersabda:

 

الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ فِي الْيَوِم السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

“Anak digadaikan dengan aqiqahnya yang (idealnya) disembelih dari hari ketujuh (kelahirannya) dan dipotong rambut kepalanya serta diberi nama.”

Pada dasarnya kesunahan mengaqiqahi anak yang belum dewasa (baligh) dibebankan kepada seorang ayah dan di balik pembebanan ini ayah mendapat keuntungan yang kembali kepada dirinya yaitu kelak anak akan bisa mensyafaatinya. Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatawa al-Kubra menjelaskan:

 

بخلاف العقيقة فإن نفعها من كون الولد بسببها يشفع لأبيه كما قاله أئمة مجتهدون

“Berbeda dengan aqiqah, maka sesungguhnya kemanfaatan aqiqah menyebabkan anak dapat mensyafaati ayahnya. Seperti yang dikatakan para mujtahid.”

 

Seorang ayah yang mengaqiqahi anaknya oleh agama distatuskan seperti qurban untuk dirinya sendiri.  Ibnu hajar al-Haitami dalam Fatawa al-Kubro (juz.4. vol.256) menjelaskan:

 

لأن الأب مخاطب بها أصالة فهي بالنسبة إليه كضحية نفسه

“Karena sesungguhnya seorang ayah dikhitobi (dibebani) dengan aqiqah (mengaqiqahi anaknya), maka mengaqikahi anak baginya seperti qurban untuk dirinya sendiri.”

 

Dan satu hal penting bahwa aqiqah hukumnya sama dengan qurban dalam berbagai aspek, sebagaimana fatwa Abu Bakar bin Muhammad Syatho al-Dimyati dalam karyanya I’anah al-Tholibin ( juz 2, vol.560 ):

 

وهي (العقيقة) قوله (كضحية) اي في معظم الأحكام وهو الجنس، والسن، والسلامة من العيوب والنية والأكل والتصدق والإهداء والتعين بالنذر او بالجعل

“Aqiqah seperti qurban dalam mayoritas hukumnya, meliputi dalam jenis, umur, tidak memiliki aib, niat, memakanya, mensedekahkanya, wajib sebab nadzar atau sebab menjadikanya sebagai kesanggupan”.


Berdasarkan ketetapan di atas, seorang ayah yang mengaqiqahi anak hukumnya sama dengan menyembelih qurban untuk dirinya sendiri. Serta berlaku konsekuensi hukum qurban dalam aqiqah. Dengan demikian hukummemakan daging binatang yang digunakan untuk beraqiqah berikut:



 

Pertama, apabila kategori aqiqah sunah seperti mengaqiqahi anak, maka siapapun boleh memakan daging binatang yang dibuat untuk aqiqah, termasuk ayah dan ibu dari anak tersebut. Seperti halnya hukum dalam qurban sunah. Ibnu hajar al-Haitami dalam Fatawa al-Kubra menjelaskan:

 

ومن ثم صرحوا بأنه يجوز له الأكل من العقيقة كما له الأكل من أضحية نفسه

“Dari ketentuan ini (mengaqiqahi anak seperti berqurban untuk dirinya sendiri), maka diperbolehkan baginya (ayah) memakan daging aqikah tersebut seperti halnya diperbolehkan memakan daging qurban dari dirinya sendiri.”

 

 سن  له أكل من أضحية تطوع ضحى بها عن نفسه

“Disunahkan memakan dari qurban sunah, yang digunakan untuk qurban dari dirinya (Hasyiyah al-Jamal juz.5, vol.257 7)

 

Kedua, apabila aqiqah tersebut adalah kewajiban berdasarkan nadzar atau kesanggupanya menentukan bahwa binatang tersebut akan digunakan untuk mengaqiqahi anaknya, maka dia dan orang yang wajib dinafkahinya (termasuk ibu dari anak yang diaqikahi) dilarang memakan daging tersebut, seperti halnya dalam permasalahan qurban. Abu Bakar bin Muhammad Syatho al-Dimyati dalam karyanya I’anah al-Thalibin ( juz 2, vol.560 )

 

والتعين بالنذر او بالجعل كأن قال لله علي أن أعق بهذا الشاة او قال جعلت هذه عقيقة عن ولدي فتتعين فى ذلك ولا يجوزحينئذ الأكل منها رأسا

 

Dan aqiqah yang wajib ( ta’yin ) sebab nadzar maupun kesanggupan, seperti berkata “ Bagi alloh atasku, saya beraqikah dengan kambing ini” atau berkata “ saya jadikan binatang ini sebagai aqikah dari anaku “maka menjadi wajib ( ta’yin ) dan tidak boleh sama sekali memakan binatang aqiqah tersebut.

Dalam Tausyek Ibnu Qosim vol.271 dijelaskan:

 

 (ولا يأكل المضحى) ولا من تلزمه نفقته (شيئاً من الأضحية المنذورة)

“Dan orang yang berqurban serta orang yang wajib dinafkahi olehnya tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban wajib sebab nadzar tersebut”

 

Ketiga, apabila aqiqah dari seorang yang meninggal dunia berdasarkan wasiyat kepadanya, maka dia (orang yang diwasiati) dan orang-orang kaya dilarang memakan daging aqiqah tersebut, sebagaimana hukum dalam qurban.

 

Ibnu Hajar al-Haitami dalam karyanya Tuhfah al-Muhtaj ( juz.9, vol.369 ) menjelaskan:

 

فلو ضحى عن غيره بإذنه كميت أوصى بذلك فليس له ولا لغيره من الأغنياء الأكل منها وبه صرح القفال في الميتة وعلله بأن الأضحية وقعت عنه فلا يحل الأكل منها إلا بإذنه فقد تعذر

“Apabila dia berqurban dari orang lain, seperti halnya mayat yang berwasiyah kepadanya untuk berqurban atas nama dirinya simayat, maka dia (orang yang diwasiati ) dan orang-orang kaya  tidak boleh memakan daging tersebut. Imam Qaffal mengalasi sebab sesungguhnya qurban diperuntukan untuk si mayat maka tidak halal memakan (bagi orang yang diwasiati dan orang kaya) kecuali dengan idzin, dan meminta izdin pasti sebuah udzur (tidak mungkin ).”

 

Wallahu A’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DEKORASI SEDERHANA NAN ELEGAN

HINDARI BABY TALK

ANJURAN PUASA BAGI PENDERITA MAAGH